Selasa, 16 Oktober 2012

Cerita Rohani : Para Pemenang



Para Pemenang

Lalu Ia (Yesus) berhenti dan saya melihat ke takhta yang ada di dekat kami. Kami masih berada di tempat di mana raja-raja yang berkedudukan sangat tinggi bertakhta. Lalu saya mengenal seorang yang sangat dekat dengan kami. "Tuan, sepertinya saya sudah pernah mengenal engkau, tetapi saya lupa di mana." 
"Engkau melihat saya sekali dalam suatu penglihatan," jawabnya.
 
Saya segera teringat dan merasa terguncang! "Jadi, engkau benar-benar ada?"
 
"Ya," jawabNya.
 

Lalu saya teringat waktu itu, sebagai seorang pemuda Kristen, saya frustasi dengan isu-isu terhadap hidup saya. Saya pergi ke sebuah taman pertempuran yang terletak dekat apartemen saya, dan membulatkan hati untuk menunggu Tuhan berbicara kepada saya. Sementara saya membaca alkitab, saya diberikan sebuah penglihatan yang pertama saya alami. Dalam penglihatan itu saya melihat seorang yang sangat rajin melayani Tuhan. Ia terus bersaksi kepada orang-orang, mengajar dan mengunjungi orang sakit untuk berdoa bagi mereka. Ia sangat rajin melayani Tuhan dan sungguh mengasihi orang-orang. Kemudian saya juga melihat seorang gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Seekor anak kucing keluyuran di depan kakinya dan ia mulai menendangnya, tetapi ia menahan diri, namun demikian anak kucing tersebut tertendang juga cukup keras ke pinggir lorong.
 

Lalu Tuhan bertanya kepada saya, yang mana dari kedua orang itu yang menyenangkan hati-Nya. "Yang pertama," kata saya tanpa keraguan. "Bukan, yang kedua," tanggap Tuhan, dan Ia mulai menceritakan kepada saya kisah mereka. Orang yang pertama dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang sangat baik, yang selalu mengenal Tuhan. Ia bertumbuh di dalam sebuah gereja berkembang dan kemudian kuliah di seminari yang terkemuka. Tuhan telah memberikan kasih-Nya kepadanya seratus bagian, tetapi hanya mempergunakan tujuh lima bagian. Orang kedua dilahirkan tuli. Ia diperlakukan dengan kejam dan ia disekap di dalam sebuah kamar loteng yang gelap dan dingin sampai ia ditemukan oleh yang berwajib ketika ia berusia delapan tahun. Ia dikirim dari satu sekolah ke sekolah yang lain, di mana ia terus-menerus mengalami pelecehan. Akhirnya, ia menjadi gelandangan.
 

Untuk mengatasi hal itu Tuhan hanya memberikan kepadanya tiga bagian kasih, tetapi ia telah mengerahkan kesemuanya itu untuk melawan kebuasan yang ada di dalam hatinya untuk tidak menganiaya anak kucing tersebut. Sekarang saya melihat kepada orang itu, ia sedang duduk bagaikan seorang raja di atas sebuah takhta yang jauh lebih mulia dari yang dibayangkan mengenai Salomo. Pasukan malaikat berbaris di sekitarnya, siap sedia untuk melakukan apa permintaannya. Saya menoleh kepada Tuhan dengan rasa takjub. Saya masih tidak dapat percaya akan realitas orang tersebut bahwa ia benar-benar salah satu dari raja-raja besar.
 

"Tuhan, lanjutkanlah kisah-Mu tentang orang itu," pinta saya.
 
"Tentu saja karena itulah kita berada di sini. Angelo sangat setia dengan sedikit karunia yang Aku berikan kepadanya. Ia mempergunakan kesemuanya, untuk tidak mencuri. Ia hampir kelaparan, tetapi ia tidak mau mengambil apapun yang bukan miliknya. Ia membeli makanannya dari pengumpulan botol-botol bekas dan kadang-kadang meneukan seorang untuk memberikan pekerjaan di lapangan. Ia tidak dapat mendengar, tetapi ia belajar membaca, jadi Aku mengirimkan kepadanya selembar traktat. Ketika ia membacanya, Roh Kudus membuka hatinya dan ia memberikan hidupnya kepada-Ku. Kembali Aku melipatduakan kasih-Ku kepadanya dan dengan setia ia menggunakan kesemuanya itu. Ia ingin bersaksi kepada orang-orang lain, tetapi ia bisu. Walaupun hidupnya begitu miskin, ia mulai membelanjakan lebih dari separuh miliknya untuk membuat traktat dan membagikan di persimpangan-persimpangan jalan."
 

"Berapa orang yang dibawanya kepada Engkau?" tanya saya, saya mengira bahwa tentulah banyak orang yang telah dibawanya kepada Tuhan sehingga ia bertakhta dengan raja-raja di situ. "SATU," jawab Tuhan. "Aku mengizinkannya menyelamatkan seorang pemabuk yang hampir mati untuk memberinya dorongan. Hal itu memberinya semangat yang begitu besar sehingga bertahun-tahun ia berada di persimpangan jalan untuk membawa jiwa-jiwa yang lain kepada pertobatan. Tetapi seluruh isi surga memohon kepada-Ku dengan sangat untuk membawanya kemari dan Aku meninginkan agar ia menerima upahnya." "Tetapi apa yang dilakukannya sehingga ia menjadi raja?" tanya saya. "Ia setia dengan apa yang telah diberikan kepadanya, ia menjadi pemenang atas semua, sampai ia menjadi serupa dengan Aku, dan ia mati sebagai martir."
 

"Tetapi bagaimana ia menjadi pemenang dan bagaimana ia menjadi martir?" "Ia mengalahkan dunia dengan kasih-Ku. Ia setia dengan apa yang Aku berikan kepadanya, walaupun apa yang Aku berikan tidak sebanyak yang Aku berikan kepada yang lainnya, termasuk engkau. Aku memperlihatkan kepada engkau suatu penglihatan karena engkau melewatinya berkali-kali. Bahkan engkau pernah membicarakannya kepada salah seorang sahabatmu mengenai dirinya."
 
"Saya? Apa yang saya katakan?" "Engkau berkata, "Ada Elia yang lain yang tercecer dari stasiun bus." Engkau mengatakan bahwa ia adalah seorang gila rohani yang dikirimkan oleh musuh untuk memurtadkan orang."
 
"Bagaimana ia bisa meninggal?" tanya saya, teringat bahwa ia meninggal sebagai martir, setengah mengira bahwa saya ikut bertanggung jawab atasnya. "Ia mati kedinginan, ketika sedang berusaha menyelamatkan seorang pemabuk tua yang sedang jatuh pingsan dalam cuaca yang dingin."
 

Ketika saya melihat Angelo, saya tidak dapat percaya, betapa kerasnya hati saya terpukul. Namun demikian, saya masih belum mengerti apa yang membuatnya menjadi martir, yang menurut saya istilah martir diperuntukan bagi mereka yang mati karena tidak mau berkompromi mengenai kesaksian yang ada pada mereka. "Tuhan, saya tahu bahwa ia adalah seorang pemenang yang sejati," kata saya. "Dan memang ia pantas berada di sini. Tetapi apakah semua mereka yang mati dengan cara yang seperti itu disebut martir?"
 
"Angelo adalah seorang martir setiap hari dalam hidupnya. Ia hanya melakukan secukupnya untuk hidupnya saja dan ia dengan sukacita mengorbankan hidupnya demi seorang sahabat yang membutuhkan. Sebagaimana yang ditulis oleh Paulus untuk jemaat di Korintus, walaupun engkau memberikan dirimu untuk dibakar, tetapi bilamana engkau tidak mempunyai kasih, hal itu tidak bermanfaat. Tetapi bilamana engkau memberikan dirimu dengan kasih, nilainya tinggi sekali.
 

Angelo mati setiap hari karena ia tidak hidup bagi dirinya sendiri, tetapi bagi orang-orang lain. Sementara ia berada di dunia ia selalu memperhitungkan dirinya sebagai orang kudus yang paling tidak berarti, tetapi ia sebenarnya, ia adalah seorang yang terbesar. Angelo tidak mati karena doktrin ataupun kesaksiannya, tetapi ia mati bagi-Ku." Saya menjadi begitu malu, tidak berani memandang Tuhan.
 

Buku Pencarian Terakhir,

Rick Joyner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar