Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus
Kristus menginstitusikan tujuh sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik
menurut Kitab Suci maupun Tradisi Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang
diakui oleh Gereja Katolik Roma sebagai berikut:
·
Baptis
·
Pengakuan dosa
·
Ekaristi
·
Penguatan/Krisma
·
Imamat
·
Pernikahan
·
Pengurapan orang sakit
1)
Baptis
Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis.
Sebuah ikon dari Rusia
Dalam agama tertentu seperti Kristen,
Mandaeanisme, Sikhisme, dan beberapa sekte kuno agama Yahudi, baptisan adalah
ritual pemurnian dengan menggunakan air. Kata baptis berasal dari bahasa
Yunani, βάπτειν, yang berarti "berendam atau mandi". Namun, lebih
tepatnya kata tersebut berarti "berendam di air seluruhnya, sampai air
menutupnya."
Baptisan dikenal sebagai ritual inisiasi
Kristen yang melambangkan pembersihan dosa. Baptisan juga melambangkan kematian
bersama Yesus. Dengan masuk ke dalam air, orang yang dibaptiskan itu
dilambangkan telah mati. Ketika ia keluar lagi dari air, hal itu digambarkan
sebagai kebangkitannya kembali. Rasul Paulus dalam Surat Roma melukiskannya
demikian: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis
dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah
dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama
seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa,
demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4) Ritual
Kristen ini dimulai oleh Yohanes Pembaptis, yang menurut Alkitab membaptis Yesus
di Sungai Yordan.
2)
Pengakuan Dosa
Pengakuan
dosa adalah sebuah sakramen dalam gereja Katolik Roma, di Indonesia sakramen
ini dilakukan oleh umat Katolik setidak-tidaknya satu kali dalam satu tahun,
hal ini sesuai dengan lima perintah Gereja.
Secara
praktik, pada masyarakat Indonesia, Gereja membuka kesempatan seluas-luasnya
soal waktu pengakuan dosa, namun kegiatan diadakan secara massal menjelang hari
raya Natal dan Paskah. Sakramen ini dilaksanakan agar umat katolik merasa siap,
terutama secara rohaniah untuk menyambut hari raya Natal ataupun Paskah.
Teknis dari
pelaksanaan pengakuan dosa di Indonesia tidak seperti yang dilakukan di
film-film barat pada umumnya, melainkan kita diberi semacam teks panduan
bagaimana langkah-langkah mengaku dosa (sering juga disebut dengan istilah
bertobat). Teks tersebut kurang lebih berisi pertanyaan, kapan terakhir kali
bertobat, dosa yang akan diakui, dan teks doa tobat, dan kerahasiaan dari dialog
ritual pengakuan dosa tersebut dijamin kerahasiaannya.
3)
Ekaristi
Perjamuan
Kudus, Perjamuan Suci, Perjamuan Paskah, atau Sakramen Ekaristi adalah salah
satu sakramen yang diadakan Kristus menurut Alkitab. Istilah
"ekaristi" yang berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, yang berarti
berterima kasih atau bergembira, lebih sering digunakan oleh gereja Katolik,
Anglikan, Ortodoks Timur, dan Lutheran, sedangkan istilah perjamuan kudus
(bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan
Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno.
Makna Perjamuan Kudus
Pada umumnya
orang Kristen percaya bahwa mereka diperintahkan Yesus untuk mengulangi
peristiwa perjamuan ini untuk memperingatinya ("... perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku!" - 1 Kor. 11:24, 25). Namun berbagai aliran Gereja
Kristen memberikan pengertian yang berbeda-beda pula terhadap sakramen ini.
Gereja Katolik Roma menekankan arti perjamuan kudus sebagai sarana keselamatan
bagi umat. Gereja-gereja Protestan umumnya lebih menekankan perjamuan sebagai
peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia.
4) Penguatan/Krisma
Dalam gereja Katolik Roma, penguatan adalah salah
satu dari tujuh sakramen. Penguatan dipandang sebagai pemberian sumber
kebijakan, pengetahuan dan keberanian bagi penerima, bila penerima
menginginkannya dengan hati terbuka. Dan penguatan adalah pemenuhan dari kata
Kristus yang berkata "Dan kau akan tahu kebenaran dalam Kristus".
(Yohanes 8:32). Secara umum di defenisikan sebagai pengetahuan dalam penguatan
iman dalam lingkupan hidup dalam kristen khatolik . Hal ini meyakinkan menjadi
suatu pedoman hidup dalam penguatan hati dan iman.
5)
Imamat
Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen yang
dengannya seseorang dijadikan uskup, imam, atau diakon, sehingga penerima
sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. Hanya uskup yang boleh
melayankan sakramen ini. Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan
kegenapan sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus
(pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan
menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja. Pentahbisan seseorang menjadi imam
mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta
menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk
merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa
Ekaristi.
Pentahbisan seseorang menjadi diakon
mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia
pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja
dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan
firman Allah. Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum Kanonik
(Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari
yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu
program formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai retreat, pengalaman
apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst. Proses pendidikan sebagai
persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur oleh Konferensi Wali
Gereja terkait.
6)Pernikahan
Sakramen Pernikahan adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi
penerimanya (pasangan pria dan wanita) untuk suatu misi khusus dalam
pembangunan Gereja dan menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut.
Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan
Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang
bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah.
Pernikahan sah sakramental antara seorang pria yang sudah dibaptis dan
seorang wanita yang sudah dibaptis dan telah disempurnakan dengan persetubuhan,
tidak dapat diceraikan dan bersifat monogam. Karena mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan
yang bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam
kehidupan perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak
mereka dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di
hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta saksi-saksi
lainnya
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria
dan seorang wanita harus (1) terbebas dari halangan nikah, (2) ada konsensus atau kesepakatan kedua belah
pihak. Masing-masing calon mengutarakan
niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) untuk saling memberi
diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-milik esensial dan
maksud-maksud perkawinan. (3) Dirayakan
dalam “forma canonika” (Kan. 1108-1123)
atau tata peneguhan. Suatu
perkawinan harus dirayakan dihadapan tiga orang, yakni petugas resmi Gereja
sebagai peneguh, dan dua orang saksi.
Jika salah satu dari keduanya adalah seorang
Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah
memperoleh izin dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah
satu dari keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka
diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi sahnya pernikahan.
7)
Pengurapan Orang Sakit
Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen
penyembuhan yang kedua. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit
dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang
sakit dapat dilayankan bagi setiap umat beriman yang, karena telah mencapai
penggunaan akal budi, mulai berada dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia
lanjut" (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit ataupun makin
memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali
oleh seseorang.
Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini
diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga
dikenal pula sebagai "Pengurapan Terakhir", yang dilayankan sebagai
salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-Ritus Terakhir"
yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara fisik
tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal diberikan absolusi,
yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-dosanya),
dan Ekaristi, yang bilamana dilayankan kepada orang yang sekarat dikenal dengan
sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin
adalah "bekal perjalanan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar